
Kami take off dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta pukul 4.35 PM
dan tiba di Bandara Tan Son Nhat sekitar pukul 8:30 PM. Dari bandara
dapat langsung menggunakan taksi menuju tempat yang akan dituju, tetapi
disarankan agar membeli voucher taksi seharga US$10 yang dapat dibeli di
bandara atau bisa juga berjalan keluar bandara, mencari taksi diluar.
Terkadang taksi di bandara suka curang, mungkin sama saja dengan taksi
di Indonesia, beberapa dari supir taksi mengakali argonya agar nilainya
dapat bertambah secara cepat atau kadang memasang tarif yang cukup
tinggi. Menurut info yang kami dapatkan di dari internet, ada dua taksi
yang dapat dipercaya, yaitu Vinasund dan Mailinh. Dengan menggunakan
voucher tadi, kami tidak perlu mengeluarkan uang kembali kecuali uang
parkir sebesar 10.000 VND. Menurut info yang kami dapatkan di internet,
selain taksi, bisa juga menggunakan bis yang menuju Ben Thanh Market,
tapi kami takut nyasar. Di Bandara juga ada tempat penukaran uang (Money
Exchange), di sana saya menukarkan US$50, karena nilai tukar Vietnam
Dong adalah sekitar 20.500 VND per Dollar, maka saya mendapatkan sekitar
1.050.000 VND. Cukup banyak bukan?
Kami take off dari Bandara Internasional Soekarno-Hatta pukul 4.35 PM
dan tiba di Bandara Tan Son Nhat sekitar pukul 8:30 PM. Dari bandara
dapat langsung menggunakan taksi menuju tempat yang akan dituju, tetapi
disarankan agar membeli voucher taksi seharga US$10 yang dapat dibeli di
bandara atau bisa juga berjalan keluar bandara, mencari taksi diluar.
Terkadang taksi di bandara suka curang, mungkin sama saja dengan taksi
di Indonesia, beberapa dari supir taksi mengakali argonya agar nilainya
dapat bertambah secara cepat atau kadang memasang tarif yang cukup
tinggi. Menurut info yang kami dapatkan di dari internet, ada dua taksi
yang dapat dipercaya, yaitu Vinasund dan Mailinh. Dengan menggunakan
voucher tadi, kami tidak perlu mengeluarkan uang kembali kecuali uang
parkir sebesar 10.000 VND. Menurut info yang kami dapatkan di internet,
selain taksi, bisa juga menggunakan bis yang menuju Ben Thanh Market,
tapi kami takut nyasar. Di Bandara juga ada tempat penukaran uang (Money
Exchange), di sana saya menukarkan US$50, karena nilai tukar Vietnam
Dong adalah sekitar 20.500 VND per Dollar, maka saya mendapatkan sekitar
1.050.000 VND. Cukup banyak bukan?
Tujuan pertama selepas dari bandara adalah Pham Ngu Lao street,
District 1. Sepanjang perjalanan, kami terkejut dengan banyaknya sepeda
motor yang lalu-lalang di HCMC. Menurut cerita seorang tour guide,
penduduk HCMC sekitar 8 juta jiwa, sedangkan jumlah sepeda motor disana
ada kurang-lebih 4 juta unit, yang berarti setengah populasi penduduk
kotanya. Pantas saja banyak sepeda motor tampak menyemut di beberapa
persimpangan ber-lampu merah. Makanya HCMC sempat di juluki sebagai
“Kota Sepeda Motor”.
Sebelum keberangkatan ke Vietnam, kami telah melakukan survey
hostel-hostel yang akan digunakan untuk menginap dan kebanyakan hostel
murah terletak di kawasan jalan Pham Ngu Lao tersebut. Ternyata kawasan
itu pula merupakan daerah tempat tinggal/singgah para backpacker di
HCMC.
Setibanya di Pham Ngu Lao, kami disambut hujan gerimis. Sambil
menghindar dari tetesan air hujan di sepanjang trotoar yang beberapa
bagiannya tertutupi oleh atap bangunan-bangunan di situ, saya dan teman
saya menghinggapi beberapa hostel untuk menanyakan rate harga kamar dan
fasilitas. Hingga akhirnya pilihan dijatuhkan ke sebuah hostel bernama
Saigon Backpacker’s hostel. Harganya US$16 untuk satu kamar per-hari.
Fasilitasnya akses internet via wifi, breakfast, TV, AC, dll. Kami
memilih yang berbentuk private room dengan double bed, karena jika dorm
takutnya akan terganggu dengan kebisingan dari para backpacker yang
lain.
Hampir di setiap hostel/hotel dikawasan Pham Ngu Lao menawarkan paket
tour, ada yang paket tour dalam kota, ada yang keluar kota seperti
Dalat, Nha Trang, Mui Ne, Hoi an, Hanoi dan lain-lain. Selain itu juga
bisa memesan tiket open bus yang menuju keluar kota maupun keluar
Vietnam, seperti ke Kamboja atau Thailand. Dengan tiket open bus
tersebut dapat memesan tiket pulangnya kembali atau tiket ke beberapa
tempat dalam rentang waktu beberapa hari, tiket tersebut akan berlaku
selama sebulan dan biasanya sebelum digunakan mesti melakukan konfirmasi
sehari sebelumnya ke hotel yang menjadi tempat bermalam, bahwa esoknya
akan menuju ke daerah lain yang dituju menggunakan tiket open bus yang
sudah di pesan sebelumnya. Di hostel tersebut kami keluar sebentar
mencari makan, tidak jauh-jauh karena hujan masih pekat. Beruntung tidak
jauh dari hostel banyak kafe maupun restoran yang masih buka. Posisi
hostel yang berada di pinggir jalan serta bersebrangan langsung dengan
taman kota, selain itu di dekat hotel itu pula, acap kali beberapa bis
yang mengantar wisatawan menuju luar kota atau luar Vietnam berhenti
untuk mengangkut penumpang. Setelah selesai makan malam, kami
melihat-lihat paket-paket city tour yang bisa kami pesan di hostel lalu
memutuskan untuk memesan paket half-day city tour untuk esok hari. Kami
memilih half-day city tour yang dimulai dari pukul 1 siang, karena untuk
yang full-day tour dari pagi pukul 8, beberapa tempat tampaknya kurang
menarik. Sekedar ingin mengenal kota yang masih asing bagi kami.

Hari pertama di HCMC. Sebelum pukul 1 siang, kami hanya berjalan-jalan mengitari daerah Pham Ngu Lao untuk mengenal lebih dalam kawasan itu sembari mencari makanan. Mengitari taman kota yang ada di dekat hostel, cukup mengasyikkan. Disana bisa dilihat berbagai kegiatan warga kota yang memanfaatkan fasilitas yang telah disediakan oleh pemerintah HCMC. Ada yang melakukan olah raga ringan, ada yang meditasi, ada sekelompok siswa yang tampaknya sedang berdiskusi, ada pula yang memadu kasih dengan pasangannya. Tampak pula seorang bule yang dikerumuni oleh beberapa anak remaja yang sepertinya sedang belajar bahasa Inggris kepada bule tersebut. Di taman kota tersebut, selain ditumbuhi pepohonan yang rimbun, tersedia pula sejumlah permainan untuk anak-anak, juga ada pula alat fitness yang dapat digunakan oleh publik di situ.
Hingga akhirnya tiba pada pukul 1 dan kami dijemput guide yang akan memandu sepanjang tour. Guide-nya seorang cewe lokal yang lumayan cakep, tomboy, pandai membuat obrolan serta cukup fasih berbahasa Inggris walau logat lokalnya juga kental.
Tempat pertama yang disinggahi pada city tour adalah Reunification Palace. Untuk masuk ke dalam dikenakan harga tiket sebesar 30.000 VND. Sebuah bangunan bersejarah di Ho Chi Minh City yang pernah digunakan sebagai tempat tinggal dan tempat kerja presiden Vietnam Selatan pada masa perang Vietnam. Gedung yang di bangun pada area seluas 12 hektar tersebut awal mulanya merupakan pusat koloni Prancis di Saigon yang di bangun pada tahun 1873 dan diberi nama Norodom Place. Tahun 1955 bangunan tersebut berubah nama menjadi The Independence Palace setelah terbentu Negara Vietnam Selatan dan Ngo Din Diem menyatakan diri sebagai presidennya. Pada tahun 1962, 2 pilot menjatuhkan bom pada bangunan ini untuk membunuh Presiden Vietnam Selatan pada saat itu, Ngo Dinh Diem, tapi Diem selamat. Bangunan tersebut hancur dan tidak mungkin untuk dikembalikan seperti semula hingga dibangun lagi The New Palace yang di desain oleh Ngo Viet Thu, seorang arsitek di Vietnam yang pernah memenangkan Gran Prix de Rome tahun 1955. Konstruksi baru dari The Independence Palace dimulai pada 1 Juli 1962. Pada 8 April 1975, bangunan tersebut di bom kembali tetapi tidak terlalu parah kerusakannya. Kemudian pada 30 April 1975, sebuah tank tentara Vietnam Utara menerobos masuk menghancurkan gerbang utama sebagai upaya mengambil alih kembali gedung tersebut dan menjadi akhir perang Vietnam.
Pada November 1975, setelah perundingan antara komunis Vietnam Utara dengan Vietnam Selatan selesai, gedung tersebut dirubah namanya menjadi The Reunification Palace. Gedung ini memiliki 4 lantai dan basement. Di basement terdapat bunker komando dengan peralatan radio dan peta strategi di temboknya. Sedangkan di 4 lantai atasnya, di lantai 1 dapat ditemukan ruang rapat para menteri, ruang perjamuan, kemudian di lantai 2 terdapat perpustakaan, ruangan peta, ruangan untuk menjamu tamu Negara, di lantai 3 terdapat ruang perpustakaan, tempat resepsi ibu Negara, tempat makan dan ruangan semacam bioskop yang dapat digunakan untuk menonton film, di lantai 4 merupakan tempat dansa dan ada bar juga. Di taman yang terdapat di depan The Reunification Palace terdapat 2 tank dan sebuah pesawat kecil. Saya hanya menyempatkan menyusuri ke 4 lantai saja karena waktu tour terbatas.
Persinggahan kedua dari city tour adalah sebuah tempat yang memproduksi kerajinan tangan khas Vietnam. Yang cukup unik adalah para pekerja yang membuat kerajinan tangan tersebut adalah orang-orang yang memiliki kekurangan secara fisik. Dari tempat pembuatan kerajinan tangan, kemudian berlanjut ke Saigon Notre-Dame Cathedral yang bersebelahan dengan Kantor Pos pusat. Katedral yang dibuat antara tahun 1863 hingga 1880 memiliki 2 buah menara lonceng yang tingginya sekitar 50an meter. Bangunan tersebut berwarna merah bata, karena dibangun menggunakan bata yang di impor dari Marseilles, Prancis, tanpa di tutupi lagi oleh semen. Di taman depan katedral terdapat sebuah patung perawan Maria. Bersebelahan dengan katedral tersebut adalah Kantor Pos pusat yang merupakan kantor pos terbesar di Vietnam yang dibangun antara tahun 1886 hingga 1891. Di dalam kantor pos tersebut terdapat pernak-pernik yang bisa dibeli sebagai buah tangan selain juga terdapat benda-benda pos seperti pada kantor pos pada umumnya. Di dalam kantor pos itu juga terdapat foto besar Ho Chi Minh.
City tour akhirnya berujung di Ben Thanh Market, jika di Indonesia mungkin di ibaratkan seperti Pasar Baru, yang letaknya tidak jauh dari kawasan Pham Ngu Lao.Di pasar itu menjual pakaian-pakaian, pernak-pernik khas Vietnam juga berbagai penganan. Setelah dari pasar tersebut, sekitar pukul 4 sore, kami kembali ke hostel untuk beristirahat hingga pukul 8an untuk kemudian mencari makan malam.
Hari Kedua (8 Desember 2011)
Paginya kami memesan tiket open bus untuk menuju Hanoi, sekaligus tiket untuk kembali lagi ke Saigon, namun singgah dulu di Nha Trang. Dikarenakan bus berangkat pukul 8 malam, maka siangnya kami memutuskan check out dari hostel dan membayar US$32 untuk biaya 2 hari menginap. Untuk menunggu hingga pukul 8 maka kami melakukan city walking tour. Tujuan pertama dari walking tour adalah Masjid Utama yang terletak di jalan Dong Du kemudian berlanjut menuju Konjen (Konsulat Jendral) Republik Indonesia yang ada di Ho Chi Minh.
Berbekal buku Lonely Planet edisi Vietnam sebagai panduan, kami menuju kedua tempat tersebut. Sepanjang perjalanan, kami mencari kira-kira tempat apa yang bisa kami singgahi dalam perjalanan menuju Masjid. Melewati Ben Thanh Market lalu menyusuri beberapa persimpangan jalan. Di Ho Chi Minh ternyata ada juga jalan Pasteur, kami sempat foto-foto sejenak di bawah nama jalan tersebut. Sebelum melanjutkan perjalanan ke Masjid, ternyata kami bisa singgah dulu di Museum of Ho Chi Minh City (Revolutionary Museum). Gedung museum yang di bangun tahun 1886 memiliki desain neoklasikal, merupakan bangunan yang cukup menarik. Di musem tersebut memajang berbagai peninggalan sejarah dari berbagai periode perjuangan komunis di Vietnam. Yang cukup menarik, ada foto Thich Quang Duc, seorang biksu yang melakukan aksi bakar diri untuk memprotes kebijakan Presiden Ngo Dinh Diem. Kebetulan pula di Indonesia, pada saat saya berada di Saigon terjadi aksi bakar diri yang dilakukan oleh Sondang Hutagalung, suatu kebetulan atau tidak, karena saya secara tidak langsung mencoba menghubungkan kedua aksi untuk protest tersebut. Selain itu juga dipajang berbagai diorama, dokumen-dokumen, foto-foto tokoh pejuang, kendaraan yang digunakan, dan lain-lain yang berhubungan dengan perjuangan komunis di Vietnam.
Perjalanan berlanjut ke Masjid yang terletak di jalan Dong Du. Teman saya menyempatkan diri untuk sholat dulu disana sementara saya, karena non-muslim, menjaga backpack dia di halaman masjid. Setelah teman saya selesai menjalankan sholat, sambil ngadem, kami memesan kopi susu yang diberi es. Ketika baru menyeruput, kami merasa minumannya terlalu manis, penjualnya bilang bahwa tunggu beberapa saat agar esnya mencair supaya bisa memudarkan rasa manisnya. Di sekitar masjid tersebut juga tersedia berbagai tempat makan yang berlabel halal. Selama kurang lebih satu jam ngadem di halaman masjid, kami melanjutkan ke Konjen RI di jalan Phung Khac Khoan. Setibanya di Konjen, rencananya kami akan mengambil foto namun penjaga disana melarang. Sehingga kami hanya duduk-duduk saja di depan gedung konjen untuk menghabiskan waktu. Di daerah tersebut juga terdapat berbagai kedutaan atau konjen-konjen dari Negara lain. Setelah dirasa cukup untuk dapat berjalan kembali, selanjutnya mengitari daerah itu sambil melihat-lihat bangunan-bangunannya. Karena hari telah kelewat sore, maka kami memutuskan kembali ke tempat dimana bis yang akan membawa kita ke Hanoi menjemput. Hari ketiga dan keempat (9 dan 10 Desember 2011)
Perjalanan dari HCMC di selatan menuju Hanoi yang terletak di utara Vietnam memakan waktu yang cukup panjang apabila menggunakan bis. Harga tiket dari HCMC menuju Hanoi 840.000 VND. Jarak antara HCMC dengan Hanoi yang mencapai kurang lebih 1700km, belum mesti singgah dulu di beberapa kota cukup membuang waktu. Tercatat sekitar 33 jam yang kami gunakan menggunakan bis untuk mencapai Hanoi, beberapa kota seperti Nha Trang dan Hoi An terlintasi. Tiba di Hanoi pagi hari disambut oleh udara dingin, kami beristirahat sejenak kemudian booking pesawat menuju Nha Trang di travel agent, kebetulan masih ada maskapai penerbangan Vietnam Airlines untuk keberangkatan sore hari dengan tiket seharga US$55/orang, sekaligus membeli tiket bis untuk menuju provinsi Lang Son yang berhubungan langsung dengan kota Pingxiang, China. Dari Hanoi menuju Lang Son menggunakan bis menghabiskan waktu sekitar 3 jam dengan harga tiket 50.000 VND. Untuk menembus ke Negara China, bis yang dari Hanoi hanya mengantarkan hingga di Friendship Gate, kemudian ada kendaraan semacam mobil golf (dengan membayar US$10) yang akan mengantarkan atau cukup berjalan kaki menuju bis selanjutnya yang berada di sisi Negara China. Di kawasan Friendship Gate tersebut kami hanya menghabiskan waktu sebentar saja, mengingat kami mesti menjelajah ke kota lain.
Tiba kembali di Hanoi sore hari, kami langsung menuju bandara untuk menggunakan pesawat ke Nha Trang. Dari Hanoi ke Nhatrang, pesawat take off pukul 19:00 dan tiba di Nha Trang sekitar pukul 20:40. Setibanya di Nha Trang, kami langsung mencari hotel dan untungnya langsung dapat hotel yang dekat dengan pantai seharga US$10 per room dengan double bed dan fasilitas standar seperti AC, TV Cable, akses internet.
Hari Kelima (11 Desember 2011)

Setelah beristirahat sejenak sekitar 1 jam di hotel, kami selanjutnya memutuskan untuk menyewa sepeda motor untuk berkeliling Nha Trang. Tak ada syarat khusus untuk menyewa sepeda motor kecuali bisa mengendarainya dan membayar biaya sewa sebesar US$ 5 hingga pukul 07:00. Tujuan pertama adalah menuju travel agent untuk memesan tiket open bus menuju HCMC untuk keberangkatan malam hari pukul 20:00 dengan harga 220.000 VND. Selanjutnya, dengan sepeda motor tersebut, kami menjelajah ke arah utara, hingga melewati jembatan terus ke utara sekitar 2km. Karena takut nyasar, maka kami kembali lagi melalui jalan yang berbeda dari yang telah kami lintasi sebelumnya dan melihat ada situs menarik bernama Po Nagar Towers. Bangunan candi yang agak-agak mirip dengan Candi Prambanan di Indonesia tersebut merupakan bangunan candi yang dibangun oleh kerajaan Champa sekitar abad ke-7. Kami tidak masuk ke dalam, karena kami tidak membawa uang dalam bentuk Vietnam Dong, sedangkan untuk memasukinya dikenakan tiket seharga 10.000 VND dan disekitar situ kami tidak melihat money changer untuk menukarkan uang yang masih berbentuk dollar Amerika.
Berkendara sepeda motor berlanjut kembali, kami menuju Nha Trang Cathedral yang terletak tepat di sudut persimpangan bunderan utama kota Nha Trang. Sebuah bangunan katedral yang di bangun antara tahun 1928 hingga 1933 dengan gaya Gothic Perancis, tampak elegan dengan temboknya yang terbuat dari tumpukan balok semen sederhana berwarna abu-abu. Dari gedung katedral tersebut, kami bergegas mencari tujuan selanjutnya. Museum adalah tujuan tersebut, namun setelah berputar-putar dan sempat tersasar, kami tidak singgah di museum-museum di Nha Trang. Selain karena kami kurang yakin untuk masuk, karena tampak sepi dan sepertinya tidak buka, kami pikir juga untuk mengurungkan niat dan mencari stadion. Setelah stadion ditemukan, kami melihat-lihat dari luar dan tampak stadion sepakbola di Nha Trang kurang menarik. Dari situ kami menuju ke kawasan sekitaran hotel untuk mencari makan.
Petualangan diteruskan menggunakan sepeda motor menuju ke arah selatan. Menyusuri jalanan pinggir pantai Nha Trang, kami melihat aktifitas para wisatawan di sore hari. Sekitar 5km perjalanan di tempuh, kami berhenti di stasiun kereta gantung. Karena teman saya takut ketinggian dan juga takut berada di atas laut, maka kami mengurungkan niat untuk menyebrang menuju Vinpearl yang berada di sebrang. Foto-foto sejenak lalu memutuskan kembali ke arah hotel. Setibanya di hotel kami beristirahat sejenak, berkemas lalu menunggu jemputan agen travel bis yang akan membawa kami menuju HCMC, sambil check out dan membayar hotel sebesar US$ 10 untuk menginap kami 1 malam. Pukul 20:00 kami berangkat menuju HCMC.
Hari Ketujuh (12 Desember 2011)
Pagi-pagi benar, sekitar pukul 06:00, bis yang membawa kami dari Nha Trang tiba di kawasan Pham Ngu Lao, HCMC. Kami turun dari bis segera mencari makan dahulu baru kemudian mencari hostel/hotel. Saya dan teman saya sempat bergurau “Mana ada hotel yang tutup?” dan ternyata ada. Beberapa hostel, pagi itu masih ada yang tertutup, namun ada beberapa juga yang terbuka, hingga akhirnya kami menemukan hotel yang cocok dengan tarif sebesar US$16 per malam. Sebelum menyimpan tas ke kamar, kami menyempatkan melihat-lihat paket tour di meja resepsionis hotel dan bertanya ke pelayannya untuk mengetahui paket tour apa saja yang ada di sekitar HCMC agar hari tersebut waktu kami tidak terbuang sia-sia. Ada satu tour full day yang mengunjungi sebuah komplek penganut Cao Daism dimana di sana terdapat sebuah kuil besar Cao Dai, kemudian tour tersebut dilanjutkan menuju Cu Chi Tunnel. Harga paket tournya seharga 147.000 VND, belum termasuk tiket masuk ke area Cu Chi sebesar 80.000 VND. Kami pun memutuskan untuk mengikuti tour tersebut.
Setelah menyimpan barang bawaan dan membersihkan diri, kami lanjutkan dengan tour menuju Kompleks Cao Dai dan Cu Chi Tunnel. Mini bus yang membawa kami tour berangkat pukul 9:00 pagi menuju selatan HCMC. Persinggahan pertama adalah tempat produksi kerajinan tangan, mungkin setiap tour mengunjungi dahulu tempat seperti ini, karena tour dalam kota sebelumnya pun ada kunjungan ke tempat produksi kerajinan tangan, namun dalam tour ini berbeda tempat produksi. Perjalanan tour dilanjutkan menuju Cao Dai Great Temple yang ditempuh sekitar 1,5 jam dari HCMC. Cao Daism adalah sebuah kepercayaan yang mengambil ajaran Mahayana Buddhism di gabungkan dengan elemen Taoist dan KhongHuCu, juga memasukkan unsur dari agama lainnya juga. Kami tiba di kuil tersebut sekitar pukul 12:00 dimana para penganutnya akan melakukan ibadah. Dalam ajaran Cao Daism tersebut, peribadahan dilakukan empat kali dalam sehari, yaitu pada pukul 6 pagi dan sore serta pukul 12 siang dan malam.
Tour selanjutnya adalah menuju Cu Chi Tunnel yang memakan waktu sekitar 2 jam dari komplek Cao Dai. Cu Chi adalah nama sebuah distrik yang menjadi bagian dari kota HCMC. Di distrik tersebut, dahulu menjadi kawasan pertempuran, pemboman dan basis operasi gerilyawan Vietcong selama perang Vietnam. Kawasan yang masih berupa hutan, di biarkan sedemikian rupa menyerupai aslinya seperti pada saat berkecamuk perang. Terdapat tunnel (terowongan bawah tanah) yang menurut penuturan tour guide-nya bisa menembus ke Kamboja dan membentuk suatu jaringan yang menghubungkan satu tempat ke tempat lainnya. Saya sempat mencoba masuk ke terowongan bawah tanah yang tingginya hanya sekitar 50cm itu, terasa sumpek dan sedikit sekali pasokan oksigen di dalamnya, terbayang bagaimana sulitnya tentara Vietcong saat itu. Di dalam tunnel tersebut juga terdapat tempat pengobatan untuk yang terluka, dapur umum, tempat pembuatan senjata, dan fasilitas penunjang perang para tentara Vietcong. Selain terowongan bawah tanah juga terdapat jebakan-jebakan yang dibuat secara tradisional sebagai senjata untuk melumpuhkan tentara Amerika. Di tempat wisata tersebut juga kita bisa mencoba senjata laras panjang seperti AK-47 dengan peluru asli dengan biaya US$10 untuk 10 peluru yang akan ditembakkan. Menarik!
Kami tiba di hotel kembali pukul 6:00 sore, mampir dahulu di Circle K untuk membeli sedikit cemilan dan minuman beralkohol lalu langsung ke hotel untuk beristirahat.
Hari Kedelapan (13 Desember 2011)

No comments:
Post a Comment