“We travel, some of us forever, to seek other states, other lives, other souls.” –Anaïs Nin
Seorang novelist asal Prancis, Anaïs Nin, pernah menulis dalam
bukunya The Diary of Anaïs Nin volume terakhir, bahwa perjalanan adalah
untuk mencari kehidupan baru, jiwa baru sampai era-era kebesaran yang
pernah hidup di dunia. Banten, sebagai salah satu propinsi yang
terbilang baru di Indonesia menjadi alasan agar dikunjungi untuk
menemukan hal-hal baru. Letaknya yang bersebelahan dengan provinsi Jawa
Barat dan Jakarta, membuatnya begitu dekat dan mudah untuk dikunjungi.
Banyak spot menarik yang bisa dilihat, mulai dari wisata sejarah hingga
wisata alam. Provinsi yang dianugerahi keindahan alam yang indah ini
menyajikan berbagai pilihan pantai yang indah, mulai dari pantai Anyer
yang cukup populer, pantai Tanjung Lesung, hingga pantai Sawarna. Dari
wisata sejarahnya pun tak kalah menarik untuk disimak, bagaimana
kerajaan Islam Banten pernah ada, tersaji melalui sisa-sisa bangunan dan
puing-puing yang kondisinya –sayang sekali- tak utuh.
Beberapa minggu ke belakang, saya berkesempatan untuk menjelajahi
provinsi Banten ini. Penyusuran dimulai dari Serang di utara, Pandeglang
hingga Bayah di selatan. Berangkat dari kawasan Semanggi di Jakarta
menggunakan mobil dengan beberapa kawan melalui ruas tol Jakarta-Merak
dan keluar di pintu tol Serang Timur. Dengan lancar dan tanpa kendala
kemacetan, durasi perjalanan Jakarta-Serang ditempuh selama kurang-lebih
dua jam. Tujuan pertama adalah Mall of Serang (MOS) untuk bertemu
dengan seorang kawan lain, yang kebetulan dia berdomisili dan mengenal
seluk beluk Banten.
Dari MOS, tujuan berikutnya adalah Keraton Kaibon yang merupakan
salah satu bangunan penting peninggalan kesultanan Banten. Sepanjang
perjalanan menuju Keraton Kaibon dapat ditemukan beberapa makam para
pembesar yang pernah ada di Banten. Kaibon adalah sebuah istana yang
digunakan untuk tempat tinggal Ratu Aisyah. Menurut catatan sejarah,
nama Kaibon mengandung arti keibuan, karena waktu itu juga Ratu Aisyah
menjadi ibunda Sultan Syaifudin saat memegang jabatan sebagai sultan ke
21 Banten dan baru berumur sekitar 5 tahun. Bangunan tersebut hanya
menyisakan puing-puing dan beberapa gapura termakan usia, yang menurut
kabar hancur oleh Belanda saat terjadi penyerbuan ke kerajaan Banten
pada abad 18. Bangunan yang menghadap ke arah barat tersebut dikelilingi
saluran air. Beberapa anak-anak nampak dengan leluasa bermain sepakbola
di bagian yang cukup lapang di dalam komplek istana Kaibon tersebut.

Banten Lama
Di dekat komplek Masjid Agung Banten terdapat museum situs
kepurbakalaan. Ketika saya berkunjung ke museum tersebut ternyata sudah
tutup. Di halamannya terdapat sebuah meriam bernama Ki Amuk yang konon
sepasang dengan meriam Ki Jagur. Meriam dengan panjang sekitar 2,5m dan
terbuat dari tembaga tersebut menurut kepercayaan beberapa orang apabila
melingkarkan atau memelukkan tangannya pada moncongnya dan kedua
tangannya dapat saling bertemu maka akan mendapatkan rejeki. Entahlah,
mungkin benar, tapi bisa jadi juga tidak.
Tidak begitu jauh dari Masjid Agung Banten ada sisa-sisa bangunan
keraton Surosowan. Keraton yang dikelilingi oleh tembok setinggi 2 meter
tersebut hanya tersisa dasar bangunannya saja. Keadaan di dalamnya
belum saya lihat karena pintu gerbang untuk masuknya sudah ditutup,
namun dari luarnya bisa dinilai bahwa kerajaan Banten pernah mempunyai
keraton yang kuat dan kokoh. Area seluas kurang lebih 3 hektar tersebut
menjadi salah satu simbol kekuatan kerajaan Banten pada masa itu.
Bangunan ini juga dihancurkan oleh Belanda berbarengan dengan Istana
Kaibon.
Setelah melewati wisata sejarah juga wisata religi tersebut,
selanjutnya saya dan kawan-kawan menuju ke rumah seorang kawan yang lain
untuk bersantap malam, kemudian dilanjutkan menuju tempat penginapan di
daerah Pandeglang. Tempat penginapan yang menjadi satu dengan tempat
siaran radio ParantiFM. Di radio tersebut, saya dan kawan-kawan diberi
kesempatan untuk mengisi obrolan pada salah satu sesi siarannya oleh
kawan yang juga menjadi penyiar. Menginap semalam sambil menunggu dua
kawan yang lain yang sedang dalam perjalanan dari Bandung untuk ikut
serta dalam penjelajahan Banten. Pada pagi harinya sebelum meninggalkan
penginapan, saya menyempatkan berjalan kaki mengitari daerah penginapan
tersebut, di sana dekat dengan alun-alun dan beberapa bangunan
pemerintahan daerah Pandeglang. Terdapat patung badak di alun-alun, saya
dan kawan-kawan menyempatkan diri untuk mengabadikan ke dalam gambar
digital. Badak bercula satu menjadi salah satu simbol kabupaten
Pandeglang, termasuk pada logo daerah ini yang menempatkan badak yang
memiliki sifat tabah, tahan uji, waspada serta menjadi kebanggaan rakyat
Pandeglang. Di salah satu daerah kabupaten Pandeglang ini pula,
tepatnya Ujung Kulon, terdapat salah satu binatang yang memang tergolong
langka yaitu badak bercula satu.
Perjalanan lalu bergerak menuju Lebak selatan, daerah Bayah tepatnya.
Di daerah ini ada pantai Sawarna yang cukup indah dengan ombaknya yang
tinggi dan area pantainya yang luas serta pasirnya yang putih.
Perjalanan memakan waktu sekitar 5 jam dari Pandeglang menuju Bayah
melintasi Saketi lalu Malingping. Perjalanan cukup kondusif, namun pada
beberapa titik harus terkendala dengan perbaikan jalan sehingga mesti
bergantian untuk melintasi dengan kendaraan dari arah berlawanan,
beberapa titik lainnya menemukan kerusakan jalan yang cukup mengganggu
ketika dilintasi. Pada pertengahan perjalanan, di daerah dekat pasar
Malingping, kami beristirahat dan harus mengisi perut sekaligus
menyaksikan di televisi, klub sepakbola kesayangan yang sedang
bertanding… Hehehhe..
Sepanjang perjalanan menuju Pantai Sawarna kami disuguhi pemandangan
mulai dari hutan-hutan hingga pantai-pantai yang begitu indah. Pada
bagian selatan provinsi Banten terdapat beberapa pantai yang terlintasi,
seperti pantai Karang Taraje, kemudian pantai Pulau Manuk dan tentunya
Pantai Sawarna. Di sekitaran Pantai Sawarna terdapat Tanjung Layar dan
Pantai Lagoon Pari. Tanjung Layar adalah pantai yang terdapat dua batu
besar berbentuk seperti layar perahu dan ketika air laut surut kita
bakal menemukan gugusan karang yang datar sepanjang pantai tersebut.
Sedangkan pantai Lagoon Pari adalah pantai yang berbentuk lingkaran
menjorok ke daratan dengan pasir putih yang halus.
Untuk menuju ke Pantai Sawarna, kami harus melewati sebuah jembatan
gantung. Setibanya di kawasan wisata Sawarna, saya dan kawan-kawan
mencari penginapan. Di daerah ini, harga penginapan cukup terjangkau.
Kami mendapatkan penginapan berbentuk panggung yang dindingnya dibuat
dari bilik dan bambu dengan harga Rp. 400.000,-. Di dalamnya dapat
menampung sekitar 6 hingga 8 orang dan dilengkapi kasur busa berderet
serta sebuah kamar mandi. Untuk mengisi perut, di daerah ini juga cukup
mudah menemukan para penjual makanan. Setelah beristirahat semalaman,
paginya kami menuju pantai untuk menikmati lautan dan matahari yang baru
terbit.
Setelah puas dengan bermain pasir putih di pantai Sawarna, kemudian
kami bergegas menuju daerah Citarik, Sukabumi. Sepanjang perjalanan,
kami disuguhi oleh pemandangan yang begitu menakjubkan. Dari atas bukit
yang dilintasi bisa dilihat garis pantai yang sangat indah. Pada
beberapa titik, kami menghentikan kendaraan untuk sekedar mengambil
gambar keindahan tersebut.
Di daerah Citarik, Sukabumi, terdapat wisata arung jeram melintasi
sungai Citarik. Jarak tempuh arung jeram tersebut bervariasi, mulai dari
5km hingga 12km. Kegiatan wisata yang dapat dilakukan beramai-ramai
dengan beberapa orang kawan ini cukup menyenangkan, dengan menyusuri
sungai Citarik dengan arusnya yang deras di beberapa titiknya, cukup
memberikan pengalaman berharga. Bagi yang suka memacu adrenaline,
suguhan wisata di Citarik ini memang mampu memuaskan, terlebih lagi
dengan tambahan alam yang indah, menjadi bonus tersendiri. Selain arung
jeram, terdapat juga area untuk outbond yang bisa juga digunakan untuk team building.
Kelelahan akhirnya melingkupi saya dan
kawan-kawan yang telah melakukan perjalanan sedari beberapa hari ke
belakang. Pulang ke rumah masing-masing akhirnya menjadi keputusan tepat
untuk mengistirahatkan tubuh. Dari Sukabumi, kami menuju Bogor dan dari
Bogor kelompok kami terpecah menjadi dua, kelompok yang satu menuju
Jakarta sedangkan kelompok yang lain harus pulang menuju Bandung.
Perjalanan empat hari tersebut memberikan
banyak hal baru bagi kami. Dengan mengunjungi daerah wisata sejarah,
kami memiliki rasa bangga, bahwa di dekat daerah kami, dahulu pernah
berdiri suatu kerajaan dengan bangunan-bangunannya yang indah dan
budayanya yang luhur. Wisata religiusnya pun tak kalah menarik, bagi
sebagian orang memang dapat meningkatkan tingkat keimanan mereka, bagi
yang lainnya pun dapat menambah informasi mengenai keagamaan.
Peninggalan-peninggalan masa lalu memberikan makna baru bagi kita,
membuat kita mengerti dan mampu memberikan alasan untuk bisa menghargai
para pendahulu. Demikian pula dengan keindahan alam yang dinikmati,
dapat memunculkan rasa syukur dari dalam diri juga bisa memberikan
penyegaran dari rasa jenuh terhadap apa yang dilihat sehari-hari. Sebuah
perjalanan ke tempat yang tak lazim kita kunjungi sesungguhnya adalah
upaya pencarian sesuatu yang baru, yang jarang kita temukan sebelumnya.
Sehingga tak salah jika mengutip kata-kata Anaïs Nin bahwa perjalanan
adalah upaya untuk mencari sesuatu yang baru, sebuah makna yang baru
dari kehidupan.
No comments:
Post a Comment